SIKUNING DARI GUNONG UJEUN
Aceh
Jaya merupakan salah satu kabupaten yang terbentuk pada 22 Juli 2002, merupakah
hasil pemekaran dengan Kabupaten Aceh Barat. Wilayah yang beribukotakan Calang
ini memiliki kisah yang sangat miris setelah di terpa oleh musibah yang sangat
besar. Dimana kabupaten yang memiliki 6 kecamatan dan 172 desa waktu itu,
hampir lebih dari setengahnya menjadi amukan tsunami.
Peristiwa dahsyat yang menerjang Bumi Rencong
tepatnya pada Minggu 26 Desember 2004
lalu ini, begitu banyak menyisakan kesedihan. Orang-orang yang tak pernah mendengar nama Aceh sebelumnya,
seolah-olah dibuat gempar dengan adanya peristiwa besar ini, sehingga kini
mereka tahu. Dunia saat itu mencucurkan air matanya, karena sekitar 19.661 manusia yang jiwanya melayang
hanya dalam waktu sekejab saja. Tubuh manusia yang terbujur kaku tanpa helaan
nafas berserakan bagaikan lautan jenazah. Puing-puing reruntuhan bangunan dan
batangan pohon yang tumbang akibat derasnya air tsunami pun bertebaran
dimana-mana.
Kini
hampir satu dekade sudah kenangan miris itu berlalu, namun trauma akan hebatnya
guncangan gempa dan besarnya gelombang tsunami waktu itu, masih saja menghantui
korbannya. Untuk melupakan peristiwa itu rasanya membutuhkan waktu yang lama.
Dahulunya kakek dan nenek kita mewariskan cerita tentang bagaimana kejamnya para penjajah saat memerangi rakyat Aceh, namun berbeda dengan saat kita tua
nanti akan menceritakan kepada anak cucu kita tentang hebatnya peristiwa ini.
“Dibalik
musibah tersimpan suatu berkah”. Kalimat tersebut sangat tepat sekaliuntuk
dijadikan semboyan bagi kabupaten
jajahan tsunami ini. Penggalan kata Jaya yang terdapat pada nama kabupaten ini,
kini bukan hanya sekedar formalitas saja. Setelah delapan tahun tsunami, kata jaya tersebut benar-benar sesuai dengan
artinya yaitu kemasyhuran. Aceh Jaya menjadi masyhur kembali setelah ditemukan
tambang yang mengandung logam mulia atau emas
Gunong
Ujeun adalah sebuah gunung emas yang membawa berkah bagi masyarakat Kabupaten
Aceh Jaya, khususnya masyarakat di sekitar Kecamatan Krueng Sabee. Nama Gunong
Ujeun di berikan karena di gunung tersebut selalu diguyur hujan. Gunung ini terletak
sekitar 28 km dari pusat kota Calang tepatnya di Kecamatan Krueng Sabee. Gunung
ini mulai di kenal sejak para penambang emas mulai menggali emas pada tahun
2008 lalu. .” Gunung itu sebenarnya memang sudah ada waktu zaman dulu, namun
keberadaan emas yang tersimpan pada gunung itu baru diketahui sesudah
tsunami,tepatnya pada tahun 2008 lalu”. Kata Mustafa (53), salah seorang warga
Kecamatan Teunom yang menuai kesuksesan dari tambang emas itu.
Gunong
Ujeun telah meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar. Bahkan dari hasil
penggalian tersebut, penambang menjadi kaya mendadak. Kandungan emas
berdasarkan analisa yang dilakukan asosiasi pedagang emas Aceh dan Dinas
Pertambangan dan Energi menyimpulkan kandungan emas yang dimiliki gunnug ini
sekitar 80 persen. Makanya, harga jual emas dari hasil tambangan dari Gunong
Ujeun dihargai sekitar Rp. 200.000.- per gramnya.
Di
Gunong Ujeuen, saat ini ada empat titik penambangan rakyat dengan jarak antara
500 meter hingga 1 kilometer dari satu titik ke titik lainnya. Jika melihat
dari atas, kawasan pegunungan itu bagaikan dikerumuni jutaan semut. Seribuan
manusia, mulai anak-anak hingga orangtua, setiap hari menggali tanah mencari
bebatuan emas. Bahkan, masyarakat dari luar Aceh Jaya, juga tidak mau
ketinggalan merambah ke kawasan itu. Masyarakat setempat sangat terbuka, asal
bisa menyesuaikan dengan ‘aturan’ yang mereka buat.
Masyarakat
luar daerah yang ikut menyerbu ke Gunong Ujeuen, di antaranya dari Aceh Barat
Daya (Abdya), Aceh Selatan, Aceh Barat, Singkil, dan Pidie. Masyarakat
pendatang tinggal di rumah sanak famili atau kerabat dekat di Kota Calang atau
Krueng Sabee. Untuk masuk ke kawasan Desa Panggong atau lokasi penambangan
tidak mudah karena harus melewati pos penjagaan oleh warga setempat. Penambang
yang ingin memasuki lokasi harus meninggalkan indentitas diri, seperti KTP.
Warga daerah setempat juga membuat peraturan kepada semua penambang untuk tidak
bermalam di tempat tersebut, karena mengingat disana banyak binatang buas
seperti harimau juga gajah dan juga ditakuti terjadinya longsor. Sempat terjadi
permasalahan juga antara penambang yang nakal terhadap peraturan dengan warga
setempat beberapa waktu lalu, dikarenakan mereka bermalam disana yang alasannya
jarak yang ditempuh lumanyan jauh untuk melakukan pulang pergi, ditambah
bukitnya yg terjal dan juga licin apabila hujan mengguyur daerah tersebut.
Warga yang mengetahui mereka yang tidak patuh terhadap peraturan tersebut,
langsung bereaksi dan membakar jamboe (
gubuk kecil) penginapan milik mereka.
Ironinya
selain membawa berkah bagi masyarakatnya, gunung tersebut juga meminta korban.
Sampai hari ini telah tercatat 3 orang penggali emas meninggal dunia akibat
longsor dan tertimbun di dalam lobang galian yang di buat oleh penambang.
Walaupun gunung tersebut telah meminta korban tidak membuat masyarakat yang
ingin mendapatkan emas mundur. Berbagai doa dan ritual keagamaan dilakukan
disini sebagai upaya meminta perlindungan dan rasa syukur terhadap berkah yang
diberikan melalui gunung tersebut. Beberapa kali tempat ini telah ditutup
sementara oleh pemerintah setempat karena telah memakan korban namun tempat
tambang rakyat ini telah dibuka kembali mengingat besarnya antusias rakyat
untuk melakukan penambangan.
Ritme
kehidupan benar-benar telah berubah di sebuah kawasan pedalaman Aceh Jaya
bernama Gunong Ujeuen. Jika dulu warga setempat menggantungkan hidup dari hasil
hutan terutama kayu, kini harapan untuk berubah mulai memancar dari
bongkah-bongkah batu.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar