Sabtu, 28 Maret 2015

Features

Nafiz, Yatim dalam Kandoeng
Senyuman bahagia tampak  memancar dari wajah kakak iparku, Linda. Perempuan satu anak ini telah  dikaruniai seorang bayi laki-laki mungil beberapa bulan yang lalu, tepatnya pada 21 Febuari 2013. Namun dibalik senyumannya yang bahagia itu, aku melihat ada kesedihan yang dia coba untuk menutupinya. Dia merupakan kakak iparku yang belum lama menikmati akan kebahagiaan pernikahan  bersama suaminya, Jamal. Kini dia harus menerima kenyataan untuk hidup menjada diusia mudanya. Peristiwa  miris yang merenggut suaminya tahun lalu meninggalkan banyak kesedihan dihatinya. Kepergian suaminya menyisakan duka yang begitu pilu, dimana waktu itu dia tengah hamil tiga bulan. Semenjak itu hari-harinya selalu diliputi kedukaan yang mendalam, hingga keluargaku pun  ikut merasakan apa yang dia alami.
Hari terus berlalu, namun air mata duka itu rasanya sulit sekali untuk dia bendungkan. Sesekali dia terisak tangis saat selesai melakukan salat. Sepertinya dia merasa belum bisa menerima akan kepergian suami tercintanya. Tapi keluargaku selalu berusaha membuatnya untuk dapat mengiklaskan dan menerima semua peristiwa itu. Lambat laun berjalannya waktu, dia terus berusaha untuk melupakan kisah sedih yang memilukan. Usia kandungannya semakin hari semakin dekat saja dengan masa kelahirannya, keluargaku selalu mencoba  membuatnya ceria untuk tidak terus menerus dalam kesedihan, yang nantinya dapat menjadikan kandungannya terkena sesuatu yang tidak diinginkan.
Keluargaku sangat berharap semoga bayi yang dikandung kakak iparku saat lahir nanti adalah  laki-laki, apa lagi ibuku sampai-sampai mereka ada yang melakukan nazar. Hingga usia kandungannya sudah sampai tujuh bulan, pihak keluargaku mengadakan  kenduri Mee Bu sebagai bentuk rasa syukur agar selalu diberkahi dan diberi keselamatan bagi sang ibu dan janinnya. Tapi acara yang seharusnya bertemakan suka cita itu, malah membuat orang-orang yang menghadirinya haru dan sedih, ketika sang kakak iparku saat di peusijuek  tanpa kehadiran suaminya yang menemani disampingnyua. Pihak keluargaku dan keluarga kakak iparku pun tak bisa menahan air mata, hingga pecahlah tangisan hingga membuat suasana semakin haru.
Setelah beberapa bulan kemudian, hari yang dinanti-nantipun tiba. Tepatnya pada Sabtu, 21 Febuari 2013, kehadiran  bayi yang sudah tidak memiliki lagi  sang ayahpun sampai waktunya. Alhamdulillah berita yang membahagiakan itu langsung sampai ke telingaku yang waktu itu berada di Banda Aceh. Seperti harapan dan doa keluargaku selama ini, ternyata Allah memperkenankan semuanya itu, hingga bayinya adalah laki-laki. Disaat kabar gembira tersebut di ketahui banyak saudara dan kerabatku, mereka benar-benar gembira sekali, tapi perasaan sedih tetap mengiringi kebahagiaan itu. Mereka sangat prihatin terhadapnya, mengingat  bayinya yang terlalu kecil sudah menyandang status yatim. Sehingga tak ayal dari mereka ada yang banyak memberi santunan.
 Siyatim kecilpun kini sudah gede dan lucu. Ya, Muhammad Addurun Nafis adalah namanya, ini merupakan pemberian dari sang ayahnya  yang diwasiatkan kepada Ibunya beberapa hari sebelum dia meninggal. Umurnya sekarang telah menginjaki 10 bulan dan sudh mulai berbicara. Aku yakin, suatu saat nanti dan hal tersebut tidak akan lama lagi akan terjadi. Karena lambat laun walau kata-kata yang diucapnya masih terbata-bata, dia pasti akan mengucapkan suatu kata yang akan membuat orang-orang yang berada didekatnya akan sedih dan menjatuhkan air mata, yaitu kata ayah. Dan dia juga akan bertanya kepada orang-orang yang berada dekat dengannya,
“Mak, ayah hoe ka geujak, pakon jeut hana newoe-woe. Afis hawa keneuk kaloen rupa ayah.”
 Atau  “Mak, aneuk yang laen na lago ayah jih, pakon Afis hana.”

Mendengar kata-kata itu sungguhlah miris sekali dan rasanya seperti ingin berteriak sekencang-kencangnya. Namun aku tahu, kisah ini tidak hanya dialami oleh keponakanku sendiri dan diluar sana masih banyak cerita-cerita yang mungkin seperti dia. Aku juga mengingat hal serupa seperti yang  dialami oleh Rasululullah, yang alur ceritanya hampir sama, namun hanya karena Rasulullah seorang kekasih Allah dan dia dapat bersabar dengan semua itu. Aku juga berharap semoga apa yang dialami keponakanku, suatu saat dia juga akan ikhlas menerimanya.(*)

FEATURE

YKS (Yuu Kita Sesat)
Program YKS atau  kepanjangan dari Yuu Kita Sahur, hampir semua  orang sudah tahu dengan acara  realityshow yang satu ini. Tontonan  dulunya hanya tayang setiap bulan Ramadan saja yang  gunanya untuk menghibur orang habis melaksanakan  salat tarawih (yang seharusnya orang-orang memperbanyak melakukan amalan)  sambil menunggu tibanya waktu sahur. Dimana acara ini  isinya lebih mengarah kepada  candaan dan kelucuan yang diperagakan oleh artis Olga Syahputra, Adul, Wendi, Denny dan juga ustaz Maulana sebagai pengisi segmen  tausiyah yang dengan gaya khasnya sering membuat pendengar jadi haru.
Setelah berhenti tayang beberapa pekan setelah habis suasana ramadan, kini acara tersebut telah ditayangkan kembali. Hal itu dikarenakan banyak pemirsa yang memberi respon supaya program ini jangan hanya ditayangkan pada setiap suasana puasa saja, namun juga ditayangkan tiap malam dengan alasan dapat mengisi hiburan. Oleh pihak produksi siaran Trans TV pun menerima dan menjadikan acara yang tayangnya tiap jam 19.30 sampai 23.00 WIB.  Program yang dinyatakan beberapa waktu lalu menjadi salah satu unggulan dan banyak menarik minat orang untuk banyak menyaksikan ini, kini telah bermetamorfosa menjadi Yuu Keep Smile yang bermaksud mengajak penikmatnya agar selalu ceria dengan candaan dan goyangan-goyangan yang dipergakan oleh Ceasar. Tidak hanya dengan mengandalkan bergoyangnya saja, oleh pihak kreatifnya juga membuat acara ini layaknya seperti ajang bagi-bagi duit dengan syarat siapa yang  dapat memperagakan  jogetannya yang bagus maka orang itu akan mendapatkan uangnya. Sehingga dengan cara tersebut orang-orang membebekan acara tersebut.
Sebenarnya jika dilihat dari fungsi suatu penyiaran yaitu harus mengandung unsur yang namanya entertaint (hiburan), edukatif (pendidikan), informatif  (informasi) juga persuatif (bujukan). Namun anehnya kalau kita melihat program ini dengan sudut pandang yang kritis, sungguh tidak mengandung yang namanya unsur yang tadi. Ada sebenarnya,  dan itu hanya satu unsur saja, yaitu lebih banyak ke  entertaintnya. Untuk segi kualitasnya sendiri, acara ini sekarang  menuai banyak protes dari pihak-pihak masyarakat yang berfikir kritis. Banyak komentar pedas diantaranya ialah ada yang mengkritik tentang keberadaannya telah menghipnotis banyak orang, baik pemirsa yang menonton lewat layar televisi ataupun yang langsung datang ke studionya. Orang-orang Indonesia khususnya, mulai dari anak muda bahkan yang sudah lanjut usiapun juga ambil andil dan seperti orang bodoh yang kerjaannya cuma bisa goyang tiap malam. Namun perlu kita ketahui, hal yang demikian secara tidak langsung adalah aksi pembodohan karakter secara massa. Dan dari aksi goyangannya juga tidak mendidik sama sekali, karena tayangan tersebut juga disaksikan oleh banyak anak-anak dibawah umur bahkan ada juga anak-anak yang langsung menghadiri tempat tersebut, dan realitanya sekarang sudah menjadi budaya dan mendarah daging.
Keanehan yang dapat menimbulkan polemik dari masyarakat bukan dari sisi tidak ada edukatifnya saja, tapi dari sisi agamanya lebih-lebih seperti mengajak orang-orang untuk sesat. Untuk contoh misalnya, yaitu ketika didatangkan ustaz Maulana sebagai pentausiyah dan dia disitu memberi pesan-pesan dakwahnya kepada pemain yang mengisi acara tersebut, itu tampak seperti tidak efektif karena gayanya sendiri seperti tak bermartabat. Dia memberi nasehat tentang agama, sementara yang mendengarnya bukan seperti orang yang seharusya mendengar dakwah   biasanya dengan memakai baju  sopan, menutup aurat dan tidak saling melecehkan sesama. Tapi yang terjadi selama ini di YKS tersebut malah sebaliknya, mereka yang hanya memakai lejing atau pakaian ketat bahkan ada juga diaantaranya yang memakai baju diatas lutut dan kelihatan dadanya dan tidak memiliki rasa hormat terhadap ustaz, itu sungguh tak masuk sehingga seperti memperolok-olok agama. Namun hal yang demikian adalah biasa saja dan tidak menjadi suatu bahan yang menjadi bahasan oleh pentausiyahnya sendiri yang mungkin karena menjaga sportifitas sesama para artis sendiri.

Dari unsur entertaint yang terdapat pada acara tersebut orang-orang juga menganggap bahwa para artis yang seharusnya menjadi contoh yang baik bagi pemirsanya saat mereka tampil. Kendati acap kali mereka tampil hal yang demikian tidak diperhatikan sama sekali dan mereka sering memerankan peran yang tujuannya untuk menyindir pihak-pihak lain dan melecehkan sesama dengan kata-kata yang konotasinya negatif. Terkadang acara tersebut sudah tergolong berlebihan atau  kata lain alay ,yaitu dengan goyangan yang mereka ciptakan sebagai sensasi belaka seperti goyangan Simalakama, Kereta Malam, goyangan Ceasar, Bang Jali  dan goyangan Oplosannya yang baru-baru ini menjadi perbincangan hangat di twitter karena mengandung porno aksi yang ditimbulkan dari gerakan-gerakannya. Ditambah lagi  gaya artis-artisnya yang berperan dengan gaya banci dilengkapi dengan pakaian perempuan yang kita fikirkan itu merendahkan martabat bagi kaum lelaki. Dan mungkin banyak masih ketidak mendidiknya tayangan-tayangan yang di tampilkan oleh program ini.

EMAS ACEH JAYA


SIKUNING DARI GUNONG UJEUN
Aceh Jaya merupakan salah satu kabupaten yang terbentuk pada 22 Juli 2002, merupakah hasil pemekaran dengan Kabupaten Aceh Barat. Wilayah yang beribukotakan Calang ini memiliki kisah yang sangat miris setelah di terpa oleh musibah yang sangat besar. Dimana kabupaten yang memiliki 6 kecamatan dan 172 desa waktu itu, hampir lebih dari setengahnya menjadi amukan tsunami.

Peristiwa  dahsyat yang menerjang Bumi Rencong tepatnya  pada Minggu 26 Desember 2004 lalu ini, begitu banyak menyisakan kesedihan. Orang-orang yang  tak pernah mendengar nama Aceh sebelumnya, seolah-olah dibuat gempar dengan adanya peristiwa besar ini, sehingga kini mereka tahu. Dunia saat itu mencucurkan air matanya, karena  sekitar 19.661 manusia yang jiwanya melayang hanya dalam waktu sekejab saja. Tubuh manusia yang terbujur kaku tanpa helaan nafas berserakan bagaikan lautan jenazah. Puing-puing reruntuhan bangunan dan batangan pohon yang tumbang akibat derasnya air tsunami pun bertebaran dimana-mana.
Kini hampir satu dekade sudah kenangan miris itu berlalu, namun trauma akan hebatnya guncangan gempa dan besarnya gelombang tsunami waktu itu, masih saja menghantui korbannya. Untuk melupakan peristiwa itu rasanya membutuhkan waktu yang lama. Dahulunya kakek dan nenek kita mewariskan cerita tentang bagaimana  kejamnya para penjajah saat memerangi  rakyat Aceh, namun berbeda dengan saat kita tua nanti akan menceritakan kepada anak cucu kita tentang hebatnya peristiwa ini.
“Dibalik musibah tersimpan suatu berkah”. Kalimat tersebut sangat tepat sekaliuntuk dijadikan  semboyan bagi kabupaten jajahan tsunami ini. Penggalan kata Jaya yang terdapat pada nama kabupaten ini, kini bukan hanya sekedar formalitas saja. Setelah delapan tahun tsunami,  kata jaya tersebut benar-benar sesuai dengan artinya yaitu kemasyhuran. Aceh Jaya menjadi masyhur kembali setelah ditemukan tambang yang mengandung logam mulia atau emas
Gunong Ujeun adalah sebuah gunung emas yang membawa berkah bagi masyarakat Kabupaten Aceh Jaya, khususnya masyarakat di sekitar Kecamatan Krueng Sabee. Nama Gunong Ujeun di berikan karena di gunung tersebut selalu diguyur hujan. Gunung ini terletak sekitar 28 km dari pusat kota Calang tepatnya di Kecamatan Krueng Sabee. Gunung ini mulai di kenal sejak para penambang emas mulai menggali emas pada tahun 2008 lalu. .” Gunung itu sebenarnya memang sudah ada waktu zaman dulu, namun keberadaan emas yang tersimpan pada gunung itu baru diketahui sesudah tsunami,tepatnya pada tahun 2008 lalu”. Kata Mustafa (53), salah seorang warga Kecamatan Teunom yang menuai kesuksesan dari tambang emas itu.
Gunong Ujeun telah meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar. Bahkan dari hasil penggalian tersebut, penambang menjadi kaya mendadak. Kandungan emas berdasarkan analisa yang dilakukan asosiasi pedagang emas Aceh dan Dinas Pertambangan dan Energi menyimpulkan kandungan emas yang dimiliki gunnug ini sekitar 80 persen. Makanya, harga jual emas dari hasil tambangan dari Gunong Ujeun dihargai sekitar Rp. 200.000.- per gramnya.
Di Gunong Ujeuen, saat ini ada empat titik penambangan rakyat dengan jarak antara 500 meter hingga 1 kilometer dari satu titik ke titik lainnya. Jika melihat dari atas, kawasan pegunungan itu bagaikan dikerumuni jutaan semut. Seribuan manusia, mulai anak-anak hingga orangtua, setiap hari menggali tanah mencari bebatuan emas. Bahkan, masyarakat dari luar Aceh Jaya, juga tidak mau ketinggalan merambah ke kawasan itu. Masyarakat setempat sangat terbuka, asal bisa menyesuaikan dengan ‘aturan’ yang mereka buat.
Masyarakat luar daerah yang ikut menyerbu ke Gunong Ujeuen, di antaranya dari Aceh Barat Daya (Abdya), Aceh Selatan, Aceh Barat, Singkil, dan Pidie. Masyarakat pendatang tinggal di rumah sanak famili atau kerabat dekat di Kota Calang atau Krueng Sabee. Untuk masuk ke kawasan Desa Panggong atau lokasi penambangan tidak mudah karena harus melewati pos penjagaan oleh warga setempat. Penambang yang ingin memasuki lokasi harus meninggalkan indentitas diri, seperti KTP. Warga daerah setempat juga membuat peraturan kepada semua penambang untuk tidak bermalam di tempat tersebut, karena mengingat disana banyak binatang buas seperti harimau juga gajah dan juga ditakuti terjadinya longsor. Sempat terjadi permasalahan juga antara penambang yang nakal terhadap peraturan dengan warga setempat beberapa waktu lalu, dikarenakan mereka bermalam disana yang alasannya jarak yang ditempuh lumanyan jauh untuk melakukan pulang pergi, ditambah bukitnya yg terjal dan juga licin apabila hujan mengguyur daerah tersebut. Warga yang mengetahui mereka yang tidak patuh terhadap peraturan tersebut, langsung bereaksi dan  membakar jamboe ( gubuk kecil) penginapan milik mereka.
Ironinya selain membawa berkah bagi masyarakatnya, gunung tersebut juga meminta korban. Sampai hari ini telah tercatat 3 orang penggali emas meninggal dunia akibat longsor dan tertimbun di dalam lobang galian yang di buat oleh penambang. Walaupun gunung tersebut telah meminta korban tidak membuat masyarakat yang ingin mendapatkan emas mundur. Berbagai doa dan ritual keagamaan dilakukan disini sebagai upaya meminta perlindungan dan rasa syukur terhadap berkah yang diberikan melalui gunung tersebut. Beberapa kali tempat ini telah ditutup sementara oleh pemerintah setempat karena telah memakan korban namun tempat tambang rakyat ini telah dibuka kembali mengingat besarnya antusias rakyat untuk melakukan penambangan.

Ritme kehidupan benar-benar telah berubah di sebuah kawasan pedalaman Aceh Jaya bernama Gunong Ujeuen. Jika dulu warga setempat menggantungkan hidup dari hasil hutan terutama kayu, kini harapan untuk berubah mulai memancar dari bongkah-bongkah batu.

MUSIM MAULID, MUSIM NAMBAH GIZI

"Ini bulan untuk kita memperbaiki gizi", begitu kata orang sebagian di daerahku tentang peringatan Maulid yang mungkin berbeda-beda menurut masing-masing daerah. Dikatakan dengan perbaikan gizi ialah dimana dalam acara itu orang-orang dimasing-masing daerah atau kampung akan membuat makanan yang banyak kemudian akan dibawa ke Mesjid atau Menasah/ Mushola sebagai tempat berlangsungnya acara Maulid dan dibagi-bagikan buat warga. Acara adat yang satu ini merupakan suat peringatan yang telah lama dilaksanakan pada masa Raja Irbil (wilayah Irak sekarang), bernama Muzhaffaruddin Al-Kaukabri, pada awal abad ke 7 Hijriyah sebagai bentuk mempringati lahirnya sosok Rasul yang menjadi nabi yang awal dan terakhir yaitu Muhammada saw.oleh umat diseluruh dunia sebagai bentuk kasih sayang dan terima kasih atas perjuangan beliau dalam memeimpin umat Islam.
Peringatan yang  lahir nabi Muhammad saw bertepatan pada 12 Rabiul Awal ini telah menjadi salah satu budaya yang kental sekali di Kabupatenku Aceh Jaya, Kecamatan Teunom, Desa Alue Ambang. Berbeda dengan daerah di luar Aceh yang hanya dirayakan dalam bulan pertama saja, di Aceh Maulid ini dirayakan selama tiga bulan 10 hari.
Untuk merayakan acara ini, orang-orang di tempatku membuat acara ini layaknya seperti kenduri besar-besaran. Para penduduk setempat biasanya akan membuat perencanaan yang begitu matang jauh-jauh hari sebelumnya. Orang-orang akan mengeluarkan banyak uangnya untuk membelanjakan keperluan seperti beras, daging ayam, ikan, telur bebek dan lainnya sebagai lauknya dan juga beberapa makanan cemilan dan tak tertinggal yang namanya Peungat (kolak-kolakan)
Para bapak-bapak dan pemuda mereka akan bergotong royong untuk membuat persiapan seperti teratak untuk disediakan bagi para undangan yang biasanya kampung sebelahan,Dan juga idang (tempat taruk nasi dan lauk yang telah dibungkus pakai daun pisang yang ukurannya hampir satu meter). Lain halnya para ibu-ibu yang akan mempersiapkan bahan untuk masakan mulai dari rempah yang menjadi bumbu masakan hingga daun pisang yang nantinya sebagai pembungkus nasi dengan cara  di kulah nasi ditaruk didalam daun pisang dan di bentuk menjadi seperti gundukan limas) dan juga buat menaruh lauknya yang dinamai dengan teumalang (merupakan bungkusan dari daun pisang yang dibuat layaknya seperti kotak kapur tulis yang kedua ujungnya diikat pakai tusukan gigi atau lidi). Mereka akan mempersiapkan masakannya mulai dari sore sebelum besok siang, supaya tidak telat saat semuanya akan dibawa ke meunasah.
Beberapa keluarga yang memiliki rejeki yang lebih biasanya akan mengundang sanak saudara atau kawannya untuk membantu dalam mempersiapkan acara yang sakral tersebut. Hari itu dijadikan sebagai hari berbahagia dan bersenang-senang. Orang-orang yang menjadi undangannya ternyata hanya bagi kaum bapak, pemuda, dan anak laki-laki saja, yang nantinya sebelum mereka dijamukan dengan hidangan makanan, mereka akan melaksanakan pembacaan barzanji atau salawatan bahkan juga ada meudikee ( merupakan salah satu kesenian seperti bentuk tarian yang mengandung doa-doa dalam agama islam yang dilaksanakan oleh kaum laki-laki yang jumlahnya bisa 20 sampai 50). Tidak hanya sampai disitu acra yang penuh dengan nilai-nilai Islamnya itu, biasanya sebagai acar penutup, saat malamnya akan diadakan ceramah agama yang diisi oleh tengku atau ustaz-ustaz yang sengaja didatangkan dari berbagai daerah Aceh dan tidak menutup kemungkinan bisa dari luar Aceh juga, seperti ustaz mualaf Arifin Nababan.

Banyaknya pengeluaran yang dikeluarkan untuk membelanjakan semua keperluan menyambut Maulid tidaklah menjadi masalah, karena mereka mengingat jerih payah Rasululah dalam memperjuangkan Islam lebih banyak dari yang mereka keluarkan. Tidak hanya itu saja, tujuan yang lain ialah sebagai acara untuk menyambung silaturrahmi antara warga kampung yang satu dengan kampung yang akan melaksanakan acara tersebut, dan tujuan yang lebih utama jika acara tersebut dilaksanakan dengan penuh keikhlasan, niscaya pahala dari sisi Allah pun akan didapati. Amin ya Rabbal alamin............

FEATURES, TRIAL N ERROR

Caranya yang Penting Ikhlas
Pengumuman pengumuman, kamoe brie thee kepada kawoem mak dan kawoem ayah, abang-abang, kakak ngon adek, yah nek dan mak nek, bahwa eunteuk malam  mari keuh geutanyoe sama-sama ta peuramee acara  cueramah agama dalam memeperingati kelahiran Nabi Muhammad salallahu alaihi wassalam  yaitu di Desa Keude Teunom Kabupaten Aceh Jaya, yang akan geusampaikan oleh teungku geutanyo Tengku Samsol Bahari Amin dari Tanoh Anoe. Hal yang  begitulah dilakukan oleh panitia Maulid  apabila ada suatu acara ceramah yang akan diadakan di daerah Aceh khusunya, untuk mengajak antusias warga dalam menghadiri ceramah-ceramah agama.
“Pekerjaan berdakwah merupakan suatu perintah yang diwajibkan oleh Allah kepada semua manusia, bahkan Rasulullah pun juga banyak bersabda dalam hadis nya untuk kita melakukan dakwah itu, dan kita selaku yang menyampai nya pun haruslah dengan rasa penuh keikhlasan”. Jelasnya  ketika saya wawancara beberapa waktu lalu.
Samsul  Bahari Amin merupakan sosok yang kini telah banyak dikenal orang  lewat ceramah- ceramahnya yang mampu membuat pendengarnya terkesan dengan aksi kocak saat dia diundang sebagai pendakwah di beberapa daerah. ” Namun ada juga sebagian orang masih  belum tahu dengan nama beliau”. Ungkap  Budi selaku  asisten yang telah lama bekerja dengannya.
Menurut saya, dia sekarang sudah hampir sama kayak Tengku Wahed  dalam berceramah, namun mereka berdua tetap memilki gaya yang berbeda dalam menyampaikan isi dakwahnya”. Tambahnya lagi
Pria paruh baya ini merupakan sosok yang bersahaja, namun dia termasuk orang yang berpengaruh di desanya Tanoh Anoe, Teunom, Kabupaten Aceh Jaya. Kesehariannya yang berprofesi sebagai guru mengaji pada pondok pesantren Darul Nizam. Itu merupakan suatu pekerjaan yang telah lama di tekuninya, yang merupakan tempat dimana dia telah banyak menghabiskan banyak waktu semasih remaja dulu sampai sekarang sudah bekeluarga. “ Pondok pesantren Darul Nizam ini merupakan tempat saya banyak menuntut ilmu, di sini begitu banyak pelajaran yang bermanfaat bagi saya”. Ceritanya ringkas.
Pengalaman berceramah pertama merupakan suatu cerita yang tak terlupakan bagi pria bertubuh mungil ini. Sehingga dengan karakternya yang mungil itu tak ayal bagi sebagian orang lebih mengenali sosoknya dengan sebutan   Teungku Samsol Ubiet ( kecil). “ Saya waktu berceramah dulu ya seperti kebanyakan orang lain berceramah, ya menyampaikan apa yang mesti kita sampaikan yang mana itu berguna dan baik buat orang lain”. Jelasnya dengan canda.
            Perjalanan hidup yang ditempuh pada saat dulu memanglah sangat sulit untuk digapai seperti yang dirasakan saat ini. Latarbelakang yang  hidup dengan pas-pasan membuatnya harus bekerja keras, walaupun hanya menuntut ilmu di pesantren yang lebih sedih bila disamakan dengan orang yang bersekolah menurutnya. Banyak pengalaman yang telah dilalui olehnya diwaktu dulu. Kedatangannya dari Woyla, Aceh barat untuk menimba ilmu di Pesantren Darul Nizam ini adalah pilihannya.
“ Alhamdulillah, kini Allah telah banyak member kemudahannya bagi saya”. Ulasnya dengan merendah.
            Gaya bicaranya keseharian yang banyak dengan lawakan namun bermakna sangatlah sering dia guraukan, dan tipikal yang semacam itu merupakan sosok yang banyak diminati banyak orang untuk diundang sebagai penceramah. Melihat kebanyakan orang-orang  dewasa ini dalam mendengar ceramah lebih suka dengan gaya yang kocak namun tetap pada nilai-nilai dakwah yang terkandung didalamnya, mungkin dia adalah orangnya.
“Beliau orangnya itu bisa saja menghipnotis pendengarnya dengan cara beliau saat menyampaikan ceramah, dan suara beliaupun sangat merdu ditambah aksi lawaknya itu mungkin banyak orang-orang mengundangnya untuk berceramah”. Tambah Budi dengan ceplosan candanya.
Seperti kebanyakan penceramah lainnya, dia juga manusia biasa yang butuh makan untuk diri dan keluarganya, dia juga bekerja sampingan menggarap sawah bersama Aminah istri yang dinikahinya sekitar 12 tahun silam, yang tak jauh dengan rumahnya.
“ Walaupun  saya kini sudah jadi penceramah, namun saya harus kembali kepada posisi saya sebagai orang biasa dan bekerja, karena menjadi penceramah itu bukan berarti kita menganggap orang lain akan menghidupi kita juga”. Pungkasnya sambil berguyonan.
Banyak orang sekarang ini salah persepsi terhadap tengku penceramah dengan menganggap saat menyampaikan dakwah sudah tidak dengan keikhlasan lagi, namun lebih dianggap sebagai bisnis untuk menambah penghasilan. Ungkapan itu dikarenakan dengan fenomena banyaknya orang-orang yang menjelma sebagai penceramah musiman pada bulan-bulan dalam memperingati hari besar dalam agama Islam, karena di masa itu merupakan ladang bisnis untuk mencari uang. Namun hal tersebut di tepis dengan tegas oleh Samsul, dengan mengatakan bahwa ungkapan tersebut adalah tergantung bagaimana kita dalam menjalaninya. Kalau kita mengaggap itu adalah pekerjaan, maka kita hanya mendapatkan satu bagian saja yaitu uang, tapi kalau kita mengaplikasikannya sebagai ibadah dan melakukannya dengan ikhlas, maka kita akan mendapatkan finansialnya dan sudah barang tentu pahalanya juga” si pat tak, dua pat luet “ satu sisi yang kita potong, dua bagian bisa kita putuskan,  yang artinya sama dengan peribahasa sambil sekali mendayung dua pulau biasa terlampaui.
Memang kalau lagi musim seperti Bulan Maulid, Isra’ Mi’raj dan hari besar islam lainnya, dan bisa disebut  bahwa memang rezeki lagi berpihak kepada penceramah-penceramah, dan itu memang sudah menjadi realita dimasyarakat Aceh. Tak terkecuali dengan bapak dua orang ini, padatnya jadwal untuk berceramah memang telah tercatatkan oleh asistennya yang  terkadang membuatnya full schedule.
 “ Alhamdulillah, sekarang tawaran untuk beliau ceramah setiap kalia ada acara Maulid, Isra’ Mi’raj pihak penyelenggara acara sudah jauh-jauh hari itu menghubungi beliau, ya kalau telat, mungkin beliu sudah gak bisa, karena sudah duluan dihubungi sama pihak lain. Macam artis artis manggung gitulah”. Ucap asistennya lagi.
Menjadi orang yang disegani dan dikenal oleh banyak orang tak membuat hidupnya sombong. Menjalani kesehariannya dengan gelar teungku, dia tidak terlepas dengan tugas sosialnya sebagai pelengkap bagi warga di daerahnya. Dia terkadang harus memenuhi panggilan jiwanya untuk orang lain, apabila ada acara-acara tahlilan sebagai pembaca doa, dan menjadi imam mesjid.
Ada pengalaman yang menakutkan suatu hari, dimana saat kami pergi berceramah ke daerah terpencil, dan pulangnya telah larut malam. Tiba di tengah perjalanan dan suasana nya saat itu sangatlah sepi, dia kami berdua di berhentikan oleh orang yang tak dikenal, dan saya pikir itu adalah perampok. Melihat gerak-gerik yang mencurigakan terhadap orang itu, kami pun mengendarai motor dengan cepat. Dan Alhamdulillah tidak kenapa napa” Cerita lagi asistennya.

Setiap kata, kerja dan juga usaha akan bermanfaat bagi orang lain dan terutama bagi diri sendiri jika kita lakukannya dengan iklas. Maka dari itu tergantung sama kita yang melakukannya bagaimana, asalkan caranya yang penting ikhlas.

KOMUNIKASI INTERNASIONAL UIN ARR-RANIRY BANDA ACEH

A.     Pengertian Komunikasi Internasional Menurut Para Ahli

1.      Onong Uchjana Effendy
Komunikasi Internasional adalah komunikasi yang dilakuka n komunikator yang mewakili suatu negara untuk menyampaikan pesan-pesan yang bekaitan dengan berbagai kepentingan negaranya kepada komunikan yang mewakili negara lain dengan tujuan untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan kerja sama, melalui berbagai media komunikasi atau media massa internasional.

2.      Sastroputro
Komunikasi internasional mempelajari pernyataan antarnegara, antarpemerintah, atau antarbangsa yang bersifat umum melalui lambang-lambang yang berarti

3.      Gerhard Maletzke
Komunikasi Internasional adalah proses komunikasi antara berbagai negara atau bangsa yang melintasi batas-batas negara.

4.      K.S. Sitaram
Komunikasi Internasional adalah komunikasi antara struktur-struktur politik alih-alih antara budaya-budaya individual, artinya komunikasi internasional sering dilakukan lewat para pemimpin negara atau wakil-wakil negara (menteri luar negeri, duta besar, konsul jenderal

B.     Pengertian Komunikasi Internasional Secara Umum
Komunikasi Internasional (International Communication) adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator yang mewakili suatu negara –untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan kepentingan negaranya—kepada komunikan yang mewakili negara lain.
Sebagai sebuah bidang kajian, Komunikasi Internasional memfokuskan perhatian pada keseluruhan proses melalui mana data dan informasi mengalir melalui batas-batas negara. Subjek yang ditelaah bukanlah sekedar arus itu sendiri, melainkan juga struktur arus yang terbentuk, aktor-aktor yang terlibat di dalamnya, sarana yang digunakan, efek yang ditimbulkan, serta motivasi yang mendasarinya.

Dilihat dari pelakunya, komunikasi internasional dapat dipandang sebagai terbagi antara:
1.      Official Transaction, yakni kegiatan komunikasi yang dijalankan pemerintah.
2.      Unofficial Transaction atau disebut juga interaksi transnasional, yakni kegiatan komunikasi yang melibatkan pihak non-pemerintah.
Pemerintah, sebagai salah satu pelaku utama komunikasi internasional, menjalankan sejumlah langkah yang berpengaruh terhadap posisi negara yang diwakilinya dalam percaturan politik internasional. Pemerintah dapat menjalankan langkah-langkah yang berefek politik langsung, seperti: diplomasi dan propaganda; ataupun langkah yang berdampak tidak langsung, seperti: mempromosikan pendidikan internasional.
Kegiatan komunikasi internasional bisa berlangsung antara  people to people ataupun goverment to government. Markham (1970) menyatakan, unit primer yang diamati dalam komunikasi internasional adalah interaksi antara dua negara atau lebih yang sifatnya Mass Mediated Communication.
Tegasnya, komunikasi internasional juga adalah studi tentang berbagai macam Mass Mediated Communication antara dua negara atau lebih yang berbeda latar belakang budaya. Perbedaan latar belakang tersebut dapat berupa perbedaan ideologi, budaya, perkembangan ekonomi, dan perbedaan bahasa. (ASM. Romli).*

Menurut Liliweri Studi komunikasi internasional disandarkan atas pendekatan-pendekatan maupun metodologi sbb:
1.      Pendekatan peta bumi (geographical approach)
2.      Pendekatan media (media approach)
3.      Pendekatan peristiwa (event approach)
4.      Pendekatan ideologis (ideologi approach)

C.     Ruang Lingkup
Komunikasi internasional dapat dipelajari dari tiga perspektif: diplomatik, jurnalistik, dan propagandistik.
1.       Perspektif Diplomatik.
Lazim dilakukan secara interpersonal atau kelompok kecil (small group) lewat jalur diplomatik; komunikasi langsung antara pejabat tinggi negara untuk bekerjasama atau menyelesaikan konflik, memelihara hubungan bilateral atau multilateral, memperkuat posisi ataupun meningkatkan reputasi negara di tengah pergaulan internasional. Dilakukan pada konferensi pers, pertemuan politik, forum internasional di tingkat PBB atau forum regional, atau bahkan pada pertemuan diplomatik seperti jamuan makan malam (kenegaraan).

2.      Perspektif Jurnalistik.
Dilakukan melalui saluran media massa. Karena arus informasi didominasi negara maju, ada penilaian komunikasi internasional dalam perspektif ini didominasi negara maju, juga dijadikan negara maju sebagai alat kontrol terhadap kekuatan sosial yang dikendalikan kekuatan politik dalam percaturan politik internasional. Penguasa arus informasi menjadi gatekeeper yang mengontrol arus komunikasi. Jalur jurnalistik ini juga sering digunakan untuk tujuan propaganda dengan tujuan mengubah kebijakan dan kepentingan suatu negara atau memperlemah posisi negara lawan.

3.      Perspektif Propagandistik.
Umumnya dilakukan melalui media massa, ditujukan untuk menanamkan gagasan ke dalam benak masyarakat negara lain dan dipacu sedemikian kuat agar mempengaruhi pemikiran, perasaan, serta tindakan; perolehan atau perluasan dukungan, penajaman atau pengubahan sikap dan cara pandang terhadap suatu gagasan atau peristiwa atau kebijakan luar negeri negara tertentu. Propaganda merupakan instrumen sangat ampuh untuk memberikan pengaruh.


D.    Pendekatan dalam Komunikasi Internasional
1.       Pendekatan idealistik-humanistik
Metode untuk memupuk serta mempererat hubungan persahabatan dan kerjasama internasional; memecahkan masalah-masalah hubungan antarmanusia, antarbangsa; serta menemukan cara-cara untuk memelihara dan meningkatkan kesejahteraan dunia semesta.
2.      Kepengikutan politik baru (political proselyzation)
3.      Informasi sebagai kekuatan ekonomi “Siapa yang menguasai informasi, dialah yang menguasai dunia”.
4.      Kekuatan politik
Mempertahankan atau memperluas wilayah pengaruh

E.     Perspektif Komunikasi Internasional
1.      Perspektif Jurnalistik
2.      Perspektif Diplomatik
3.      Perspektif Propagandalisitk
4.      Perspektif Kulturaluistik
5.      Perspektif Bisnis

F.     Perspektif Jurnalistik
Dalam perspektif Jurnalistik, komunikasi internasional adalah studi tentang berbagai macam interaksi yang lebih bersifat Mass Mediated Communication (MMC) yang dilakukan antara dua atau beberapa negara yang berbeda latar belakang budaya, bahasa, ideologi, politik, tingkat perkembangan ekonomi, dan sebagainya.

G.    Beda Komunikasi internasional dengan komunikasi jenis lainnya:
1.      Jenis pesannya bersifat internasional
2.      Komunikator dan komunikannya berbeda kebangsaan
3.      Saluran media yang digunakan bersifat internasional

H.   Kegiatan Komunikasi Internasional perspektif Jurnalistik
1.      Kegiatan berlangsung objektif
Menambah pengetahuan serta menumbuhkan kesadaran terhadap suatu permasalahan.
2.      Kegiatan berlangsung subjektif
Untuk kepentingan propaganda dengan tujuan akhir mengubah kebijakan dan kepentingan suatu negara atau memperlemah posisi negara lawan atau lain yang dipandang tidak/kurang bersahabat.

I.       Perspektif Diplomatik
1.      Dalam perspektif Diplomatik, komunikasi internasional adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah atau negara dengan pemerintah atau negara lain melalui saluran diplomatik.
2.      Dalam perspektif Diplomatik, komunikasi internasional lazimnya dilakukan secara interpersonal atau kelompok kecil.


J.       Fungsi komunikasi internasional
·         Mendinamisasikan hubungan internasioanl yang terjalin antara dua negara atau lebih serta hubungan di berbagai bidang antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda negara/kebangsaan.
·         Membantu/menunjang upaya-upaya pencapaian tujuan hubungan internasioanl dengan meningkatkan kerjasama internasional serta menghindari terjadinya konflik atau kesalahpahaman baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antar penduduk.
·         Merupakan teknik untuk mendukung pelaksanaan politik luar negeri bagi masing-masing negara untuk memperjuangkan pencapaian kepentingan di negara lain.


K.     Tujuan komunikasi internasional dalam perspektif diplomatik:

1.      Menghindari konflik antarnegara
2.      Mengembangkan kerjasama (bilateral/multilateral)
3.      Memperkuat posisi tawar-menawar (bargaining position)
4.      Meningkatkan citra dan reputasi suatu negara
5.      Memelihara perdamaian dunia
6.      Mengembangkan pembangungan internasional.

L.     Komunikasi Internasional dalam Perspektif Diplomatik lazim digolongkan ke dalam:
1.      First track diplomacy (komunikasi ditujukan kepada pemerintah negara)
2.      Second track diplomacy (komunikasi berhubungan langsung dengan penduduk atau masyarakat setempat)

M.   Fokus studi
Fokus studi komunikasi internasional pada awalnya adalah studi tentang arus informasi antar negara-negara dan dalam perkembangannya muncul studi tentang propaganda.
Adanya perubahan paradigma komunikasi internasional dari Free Flow Information manjadi Free and Flow Information menyebabkan mulai berkembangnya fokus studi komunikasi internasional antara lain studi tentang imperialisme media, globalisasi, privatisasi, era informasi.
Sejalan dengan berubahnya paradigma arus komunikasi internasional mulai muncul juga Global Communication Order atau yang kita kenal dengan “tata komunikasi dan informasi dunia baru”. Munculnya wacana ini dipicu dari bermunculannya pemimpin-pemimpin dunia ketiga yang mulai menyadari bahwa paradigma komunikasi internasional Free Flow Information ternyata bukanlah arus informasi bebas yang seimbang. Pada kenyataanya arus informasi bebas lebih berkembang menjadi arus utara ke selatan dan barat ke timur tetapi tidak ada arus informasi yang seimbang dari timur ke barat atau dari selatan ke utara.
Fenomena kontemporer mengenai komunikasi internasional yang dapat diamati saat ini, adalah bagaimana hubungan antarnegara kini semakin dinamis dengan perkembangan teknologi informasi. Banyak masalah antarnegara yang dibahas dalam bingkai komunikasi internasional, yang tidak melulu masalah politik dan keamanan. Masalah-masalah lingkungan hidup, kesejahteraan, kini juga menjadi masalah bersama di antara banyak negara. Bahkan terkadang terdapat satu masalah yang dibahas secara global oleh masyarakat dalam dialog global civil society, semisal masalah terorisme. Masalah ini bukan lagi notabene masalah pemerintah atau negara saja, tetapi telah menjadi masalah masyarakat.
Pengertian Hubungan Internasional
Hubungan internasional adalah proses interaksi manusia yang terjadi antar bangsa untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hubungan ini bisa berupa interaksi antarindividu (misalnya turis, mahasiswa, dan pekerja asing); antarkelompok (misalnya lembaga-lembaga sosial, dan perdagangan); atau hubungan antarnegara (misalnya negara-negara yang menjalin hubungan ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, atau negara-negara yang membentuk organisasi internasional seperti Sejarah PBB atau ASEAN).
Hubungan internasional dan kerjasama yang dilakukan antarnegara dapat terjalin dengan mulus jika masing-masing pihak dapat menjunjung tinggi prinsip-prinsip berikut, yaitu:
1.      Hubungan dan kerjasama internasional hendaknya saling menguntungkan dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
2.      Masing-masing pihak yang melakukan hubungan internasional tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain
3.      Hubungan internasional ditujukan untuk kepentingan negara dan demi kesejahteraan rakyat.
4.      Dilandasi oleh politik luar negeri yang bebas dan aktif.
5.      Saling menjunjung persamaan derajat dan menghargai antarbangsa yang dilandasi oleh prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

I. Pola Hubungan Internasional
Secara garis besar, pola hubungan antarbangsa dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu pola penjajahan, ketergantungan, serta pola hubungan sama derajat antarbangsa.
a.       Pola Hubungan Penjajahan
Dalam pola hubungan ini, satu negara yang kuat akan menghisap kekayaan negara lain yang lemah. Negara penjajah biasanya akan membangun berbagai sarana dan prasarana di daerah jajahan yang bertujuan untuk memperlancar tujuan negara penjajah untuk mengeksploitasi sumber daya alam daerah jajahan. Pola hubungan penjajahan ini juga biasa disebut dengan kolonialisme.

b.      Pola Hubungan Ketergantungan
Pola hubungan ketergantungan terjadi antara negara-negara dunia ketiga yang masih terbelakang dengan negara-negara maju. Sebagian negara-negara dunia ketiga yang baru merdeka setelah Perang Dunia II umumnya masih memiliki modal yang terbatas. Itulah sebabnya mengapa negara-negara dunia ketiga ini banyak yang bergantung kepada pemodal asing dari negara-negara maju untuk menjalankan roda perekonomian mereka. Pola hubunga ketergantungan ini pulalah yang pada akhirnya memunculkan apa yang disebut sebagai neokolonialisme.

c.       Pola Hubungan Sama Derajat
Pola hubungan ini terjadi jika negara-negara yang melakukan hubungan merasa sama sama untung dan dilakukan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama.


II. Asas-Asas Hubungan Internasional
Pada pelaksanaannya, suatu hubungan internasional akan berjalan dengan baik jika negara-negara yang melakukan hubungan selalu berpedoman pada asas-asas yang dipatuhi bersama. Asas-asas tersebut antara lain:
a.       Asas Teritorial
Artinya bahwa suatu negara akan mempunyai kekuasaan secara penuh untuk memberlakukan hukum atas semua orang dan barang yang berada di wilayahnya.

b.      Asas Kebangsaan
Artinya bahwa dimanapun seseorang berada, selama seseorang masih menjadi warga negara suatu negara, maka orang tersebut masih tetap berada dibawah hukum negaranya tersebut.

c.       Asas Kepentingan Umum
Artinya bahwa suatu negara dapat menyesuaikan diri terhadap semua keadaan untuk membela kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat secara kaku pada batas-batas wilayah nasional suatu negara.

III. Sarana-Sarana Hubungan Internasional
Suatu hubungan internasional antar negara dapat berlangsung dengan baik jika melalui pedoman-pedoman dan tatacara tertentu yang disepakati bersama baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
a.       Diplomasi
Diplomasi dapat diartikan sebagai proses komunukasi antarpelaku hubungan internasional untuk mencapai tujuan bersama atau kesepakatan tertentu. Diplomasi sendiri biasanya dilakukan oleh instrumen-instrumen hubungan internasional yaitu kementrian luar negeri dan perwakilan diplomatik.
kementrian luar negeri mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara pengirim, sedangkan perwakilan diplomatik mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara penerima. Seorang wakil diplomatik (diplomat) yang dikirim ke luar negeri mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai lambang negara pengirim, sebagai wakil yuridis yang sah menurut hukum dan hubungan internasional, dan sebagai wakil diplomatik di negara penerima.
b.      Negosiasi
Negosiasi disebut juga dengan perundingan. Negosiasi (perundingan) dalam hubungan internasional dapat diartikan sebagai proses interaksi antar pelaku hubungan internasional untuk untuk berusaha menyelesaikan tujuan masing-masing yang berbeda dan saling bertentangan.
c.       Lobby
Lobby adalah kegiatan politik internasional yang dilakukan untuk mempengaruhi negara lain agar sesuai dengan kepentingan negara yang melakukan lobby.

Perbedaan Antara Komunikasi Internasional dengan Hubungan Internasional
Komunikasi Internasional (International Communication) adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator yang mewakili suatu negara –untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan kepentingan negaranya—kepada komunikan yang mewakili negara lain.
Hubungan internasional adalah proses interaksi manusia yang terjadi antar bangsa untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hubungan ini bisa berupa interaksi antarindividu (misalnya turis, mahasiswa, dan pekerja asing); antarkelompok (misalnya lembaga-lembaga sosial, dan perdagangan); atau hubungan antarnegara (misalnya negara-negara yang menjalin hubungan ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, atau negara-negara yang membentuk organisasi internasional seperti Sejarah PBB atau ASEAN). Hubungan Internasional (hubungan antarbangsa) sendiri terjadi karena dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa semua negara tidak akan mungkin bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dan akan selalu membutuhkan negara lain.
 Berbeda dengan Komunikasi Internasional, Hubungan Internasional  menggunakan berbagai bidang ilmu seperti ekonomi, sejarah, hukum internasional, filsafat, geografi, kerja sosial, sosiologi, antropologi, kriminologi, psikologi, studi gender, dan ilmu budaya/kulturologi. HI mencakup rentang isu yang luas, termasuk globalisasi, kedaulatan negara, keamanan internasional, kelestarian lingkungan, proliferasi nuklir, nasionalisme, pembangunan ekonomi, keuangan global, terorisme, kejahatan terorganisasi, keamanan manusia, intervensionisme asing, dan hak asasi manusia.



Referensi:
Deddy Djamaluddin Malik dkk. [ed). 1993. Komunikasi Internasional. Bandung: Remaja Rosdakarya; Komunikasi Internasional, www.brawijaya.ac.id.; Ingrid Volkmer, International Communication Theory in Transition: Parameters of the New Global Public Sphere, www.web.mit.edu.
Ali Mohammadi.1997. international communication and globalization.
Drs. Mohammad Shoelhi, MBA., M.M., 2009, Komunikasi Internasional – Perspektif Jurnalistik.

Drs. Mohammad Shoelhi, MBA, M.M., 2011, Diplomasi : Praktik Komunikasi Internasional.

SISTEM DAN HUKUM MEDIA MASSA

KEPENTINGAN PUBLIK & REZIM MEDIA MASSA
PENDAHULUAN

Abad 21 dikenal sebagai abad informasi, akses terhadap informasi dianggap sebagai keharusan tak tertolak, jika tidak maka, anda tidak bisa menyesuaikan diri di zaman ini, seiring dengan itu, penguasaan terhadap media diyakini sebagai sebuah keharusan, siapa yang memegang media maka dia yang akan berkuasa, pandangan seperti ini tidak perlu membuat kita terkejut, sebab informasi dan media merupakan dua bagian yang selalu berusaha menyatu, informasi merupakan anak kandung media, media adalah rahim pemroses sebelum informasi dilempar ke publik.
Media massa, adalah salah satu unsur penting dalam pengawasan Negara dan distribusi informasi, hiburan, serta pendidikan bagi publik. Media sebagai bentuk dari komunikasi massa. Komunikasi massa secara umum dibahas sebagai fenomena modern. Komunikasi massa terdiri atas institusi dan teknis berbasis teknologi seperti pers, radio, film, dan lainnya. Digunakan untuk menyampaikan pesan atau simbol tertentu secara masal, luas, dan heterogen . Bagaimana jenis komunikasi baru mempengaruhi kekuatan struktur masyarakat. Media baru memberikan sumber kekuatan baru. Contoh kasus prita yang membuat kekuatan melalui media baru dengan menggalang koin untuk Prita. Media baru adalah pilihan media yang dapat benar-benar membuktikan esensi dari kebebasan berpendapat yang sering diwakilkan dengan kata “demokrasi”.



A.    Para Rezim Media
Laju modernisasi yang semakin cepat  menyebabkan tampilan media semakin canggih dari dekade ke dekade, kecanggihan media berefek pada kemampuan ekspansinya yang semakin massif, media mampu menembus ruang paling privat dari kehidupan manusia, informasi pada dasarnya tidak lagi selalu bersifat netral dan sebagaimana adanya, informasi lebih merupakan konstruksi (bentukan) media, bentuk informasi sangat ditentukan oleh sudut pandang media dalam mempersepsi sebuah kejadian sebelum dikemas dalam bentuk informasi, pada posisi ini media bermetamorfosis menjadi sebuah rezim abad informasi, rezim media.
Jika kita lebih kritis menilai maka, kita akan berjumpa dengan kenyataan bahwa pada dasarnya media tidak pernah mampu menampilkan kenyataan sebagaimana yang sesungguhnya terjadi, yang ditampilkan hanya fakta buatan, bukan fakta sebegaimana fakta itu sendiri, untuk lebih mempermudah pemahaman maka  contoh berikut akan membantu, bila terjadi demonstrasi maka, yang paling sering ditampilkan hanya ban yang dibakar, sementara poin pernyataan sikap demonstran menjadi terlupakan, padahal poin pernyataan sikap tersebut yang merupakan alasan utama mereka turun ke jalan, yang diwawancarai pun hanya satu atau dua orang pengendara yang lewat yang kebetulan hanya melihat sisi negatif dari aksi tersebut, lalu apakah semua pengendara hanya melihat sisi negatif dari aksi yang sedang berlangsung itu, tentu tidak, ada juga yang memberikan apresiasi positif, tapi kenapa suara mereka tidak diangkat oleh media? Atau dalam lanskap yang lebih luas, kita ambil contoh invasi AS ke Iraq, media AS memberikan pembenaran mutlak atas invasi tersebut. Namun media Iraq dan beberapa media besar yang berada di luar ke dua negara tersebut justru mencela habis – habisan invasi AS, mengapa bisa berbeda? Padahal objek pemberitaan yang disoroti sama.
Jika kita memasuki tataran wacana media maka, konten pemberitaan sebuah media sangat dipengaruhi oleh ideologi yang diusung media dan pemilik media bersangkutan, amati saja, jika media tersebut berhaluan kapitalisme maka pemberitaannya pasti cenderung melakukan pembenaran terhadap agenda-agenda kapitalisme, tentu hal tersebut dikemas sangat halus, atau media yang berhaluan pada paham agama tertentu, pasti pula pemberitaannya lebih banyak melakukan klaim pembenaran terhadap paham agama tersebut, begitupun dengan ideologi yang lain. Dari sisi pemilik media, pemberitaan dalam sebuah media pasti tidak berani mengekspos secara terbuka pelanggaran yang dilakukan oleh pemilik media, bahkan berusaha menutupinya, sangat sering pula media menjadi penyambung lidah kepentingan dari pemiliknya, coba saja anda bandingkan antara Metro TV yang dimiliki Surya paloh dan naungan MNC Group yang dimiliki Harry tanoesoedibjo.
Dalam situasi seperti ini, sebenarnya kita membutuhkan media independen yang berani keluar dari arus pemberitaan media mainstream, hal tersebut telah coba dilakukan oleh beberapa kelompok, namun sayangnya media independen juga sering terjebak pada konflik kepentingan, apakah kepentingan politik dalam sebuah Negara, atau konflik kepentingan dalam area yang sangat kecil. Dalam situasi ini, independensi sering tergadai, secara sadar atau tak sadar media bersangkutan berpihak kepada salah satu kelompok kepentingan. Akibatnya ia pun terklaim sebagai pembawa suara kelompok kepentingan tertentu, boleh jadi kelompok kepentingan tersebut belum tentu benar adanya, bahkan berpotensi terbukti keliru di kemudian hari, seharusnya awak media independen membatasi diri pada semua kelompok kepentingan, tidak terlalu jauh bergumul intim dengan kelompok tersebut, hal ini penting demi menjamin netralitas, sebab sekali kehilangan kepercayaan sebagai media independen maka terlalu sulit membangkitkan kembali kepercayaan itu, atau bahkan mustahil.


B.     Menundukkan Massa dan Publik pada Era Rezim Media
Kemajuan teknologi komunikasi telah mengubah karakter media massa lebih  sebagai industri, dan watak industri itu memiliki akibat fatal, dimana masyarakat dipersepsi sebagai sekadar massa. Dalam pengertian ini, suatu massa diartikan sebagai individu yang sedikit melakukan interaksi atau komunikasi di antara para anggotanya. Massa hanya terdiri dari sebuah agregasi berbagai individu yang terpisah, tidak terikat, dan tidak saling mengenal. Individu dalam massa bersifat heterogen yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Sifat heterogennya berbanding lurus dengan karakter masyarakatnya. Secara geografis, sebaran individu dalam suatu massa tersebut dibatasi oleh suatu wilayah atau tempat tertentu. (Blummer, 1946:185 dalam Price 1992:24-28). Sifat geografis massa ini berbeda dengan publik yang sebaran anggotanya tidak dibatasi oleh suatu wilayah atau tertori tertentu. Artinya, kedudukan atau wujud keberadaan massa itu dapat dilihat dan dibatasi dalam suatu lokasi atau teritori tertentu.
Bagi Blummer, perilaku massa akan menjadi signifikan dalam kehidupan modern dan industri media. Perilaku yang semula tidak saling mengenal, jarang berinteraksi, bersifat reaktif kemudian terlibat dalam perbincangan tersebut dimungkin terjadi karena kemampuan media mengemas suatu peristiwa. Kemasan peristiwa tersebut lantas disebarkan secara luas dan seketika melalui media massa karena faktor kemajuan teknologi komunikasi.
Mills (1956:304 dalam Price, 1992:29) memberi ekploarasi pendapat Blumer tersebut. Menurutnya saluran komunikasi dalam masyarakat harus terbuka dan responsif, memberi ruang bagi semua orang untuk menyampaikan pendapat mereka sebagaimana yang mereka terima. Menurut estimasi Mills, kondisi modern lebih menguntungkan bagi munculnya konsepsi”massa” daripada “publik” karena empat alasan dasar, yaitu:
1.      Beberapa orang yang mau mengungkapkan pendapat atas sebuah informasi dan lebih sedikit dari yang menerima.
2.      Komunikasi yang berlaku sangat teroganisir, sehingga sulit atau tidak mungkin bagi individu untuk memberi jawaban atau efek.
3.      Realisasi pendapat dalam tindakan dikendalikan oleh wewenang dari yang mengatur dan mengontrol saluran tindakan tersebut.
4.      Massa tidak memiliki wewenang dari instansi, sebaliknya agen instansi yang berwenang memiliki hak menembus massa, sehingga mengurangi otonomi massa dalam pembentukan opini melalui diskusi.
Berbeda dengan “publik”, dalam relasinya dengan media, sedikit dari masyarakat “massa” yang mengekspresikan opini mereka atas wacana atau isu yang diusung oleh media. Kebanyakan dari anggota media diam atau menerima begitu saja opini media. Bentuk komunikasi antara masyaarakt massa dan media menyulitkan kareana tidak terorganiir dengan baik. Bahkan meniadakan kemungkinan untuk dengan segera memberikan feedback terhadap isu dari wacana media. Masyarakat massa juga tidak memiliki otonomi seperti halnya publik karena adanya lembaga otoritas yang melakukan penetrasi.
Masyarakat massa merupakan abtraksi dari kekuatan sosial yang besar dengan resistensi yang juga besar. Itulah sebabnya massa sulit dikendalikan, karena berjumlah besar, tidak dapat dibeda-bedakan, dan umumnya bercitra negatif. Massa tersebar luas, heterogen, tidak saling berinteraksi dan bersifat anonim.
Kuatnya pengaruh media dalam mengontruksi masyarakat berimplikasi pada melemahnya relasi media dan publik. Oleh karena itu, kedua konsep tersebut, terutama konsep publik menjadi penting diketengahkan untuk menemukan kontruksi sosial yang dibentuk oleh media. Fenomena infotaiment yang marak dalam industri telivisi dapat diajukan sebagai kasusu salah kaprah media mendudukan publik dan massa. Serinng ditemui proses produksi berita atau informasi oleh sejumlah infotaiment menggunakan disposisi sosial yang keliru.
Media dalam relasinya dengan publik pada gilirannya akan dituntut untuk memenuhi kepentingan publik tersebut. Sebab, selain berfungsi sebagai institusi ekonomi yang beroreantasi profit, media juga merupakan institusi sosial karena memeliki kewajiban untuk turut membentuk tatanan publik yang ideal. Ini yang disebut sebagai kewajiban sosial media. Suatu kewajiban yang melekat dalam institusi media, terutama dalam kehidupan media yang demokratis. Isi media terutama televisi yang bersifat menghibur harus diletakkan dalam konteks pemenuhan hak publik untuk mendapatkan hiburan dan juga sebaliknya.
Lebih lanjut dalam relasinya dengan media dibandingkan massa publik berjumlah relatif lebih besar, tersebar, stabil, dan bersifat otonom. Publik cenderung terbentuk berdasarkan isu atau wacana media memiliki tujuan utama untuk memperjuangkan kepentingan publik. Melalui media, publik dapat beropini untuk memperjuangkan keinginannya demi menghasilkan suatu perubahan ke arah terwujudnya kebaikan publik.
Publik menjadi semacam ‘institusi soaial’ yang mampu mengorganisir pendapat mereka sedemikian rupa untuk segera secara efektif memberi umpan balik terhadap isu dan wacana yang berkembang di media. Bentuk atau wadah realasi publik media ini yang kemudian dikenal sebagai ruang publik. Ruang diciptakan untuk berbagai aksi publik dan media dapat dirujuk sebagai ruang publik (public sphere).

C.    Media Televisi Sebagai Public Sphere
Istilah publik dalam relasinya dengan media dapat ditelusuri dari pemikiran Jurgen Habermas tentang public sphere merupakan sebuah formasi pengertian ‘publik’bukan sebagai prinsip yang abstrak, tetapi sebagai suatu penamaan praktik sosial secara budaya, dan ini membicarakan analisa media secara historis.
Opini publik yang terbentuk dalam public sphere menggambarkan suatu proses sosial terjadinya tranformasi kekuasaan, atau tepatnya kontrol publik terhadap kekuasaan negara. Dalam iklim demokrasi dan era media saat ini, media massa menjadi pusat strategis bagi terwujudnya public sphere. Menurut Murdock (1992) (dalam Barret and Newbold, 1995) public sphere pada era demokrasi setidaknya memiliki tiga prinsip, yaitu:
1.      Adanya kebutuhan masyarakat demokratis (warga negara) untuk memiliki akses terhadap informasi, sarana dan analisis yang akan membuat mereka mampu mengetahui dan berusaha memperoleh hak-hak pribadi mereka.
2.      Adanya akses informasi yang luas dan kebebasan berdiskusi dalam wilayahyang terkait pada pilihan politik publik.
3.      Adanya fasilitas bagi masyarakat untuk mengenali diri sendiri dan aspirasinya yang terpresentasi di media, serta media dapat memberikan kontribusi atas pengembangan masyarakat. Hal ini juga akhirnya akan mentransformasikan politik menjadi rational authority dalam media yang menjadi ruang publik, sehingga surat kabar politik memiliki peran penting.
Dari sini sebenarnya bukan hal baru jika media massa kerap digunakan sebagai alat bagi partai politik untuk membentuk opini sebagaimana terjadi di Indonesia. Dalam ruang publik, media massa seharusnya menjadi katalisator dalam menyelesaikan masalah atau pertikaian dalam masyarakat. Sayangnya, media bukanlah saluran yang bebas. Media merupakan subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya.
Di samping itu, dalam pandangan kritis, media dipandang sebagai wujud dari pertarungan ideologi antar kelompok. Hanya kelompok berideologi dominanlah yang akan tampil dalam pemberitaan dan menguasai media. Di sini distorsi, mis-representasi, mis-komunikasi dan mis-interpretasi dalam pemberitaan tidak terhindarkan; termasuk pemberitaan yang dinilai merusak citra suatu kelompok tertentu.
Oleh karena adanya keberpihakan suatu kelompok inilah, independensi media sebagai sebuah media massa di dalam publik dipertanyakan. Pemberitaan dalam sebuah media massa pun pantas untuk diragukan, karena media tersebut atau mungkin bigboss dari media tersebut mendukung suatu kelompok, demi untuk mempertahankan citra kelompok tersebut. Hal ini tak pelak berimbas pada kinerja dari jurnalisnya sendiri.

D.    Politisasi dan Komersialisasi Media Televisi
Masuknya Kapitalisme pada industri media dapat dengan cepat memfasilitasi dan menaikkan berita dan informasi sebagai komoditas. Dalam industri media, cara kerja kapitalisme tersebut adalah dengan memonopoli publik yang dilindungi oleh negara dan dioperasikan sesuai dengan prinsip public good. Semuanya terlihat seakan secara nyata bermanfaat bagi publik. Akibatnya, semakin komersial suatu berita atau informasi maka semakin cepat terbentuknya budaya massa. Semakin terpusatnya kepemilikan media semakin tidak ada pilihan informasi bagi publik.
Dewasa ini, media massa semakin memegang peran sangat penting dalam kehidupan politik. Aktivitas media dalam melaporkan peristiwa-peristiwa politik sering memberi dampak yang amat signifikan bagi perkembangan politik. Di sini, media bukan saja sebagai sumber informasi politik, melainkan juga kerap menjadi faktor pendukung (trigger) terjadinya perubahan politik. Pemberitaan yang lebih terbuka ---untuk menyebut salah satu kasus ---oleh pers nasional tentang keberatan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru telah turut serta dalam mempercepat tumbangnya rezim itru pada tahun 1998 oleh Gerakan Reformasi.  Ketika itu, pemberitaan luas tentang gerakan reformasi yang dilakukan mahasiswa beserta masyarakat oleh media cetak dan elektronik telah menyebabkan efek domino tuntutan dipercepatnya pengunduran diri Presiden Soeharto ke berbagai elemen masyarakat. (Suwardi dalam Hamad, 2004 : XV)
Menurut Harsono Suwardi dalam Ibnu Hammad, banyak aspek dari media massa yang membuat dirinya penting dalam kehidupan politik.
1.      daya jangkaunya (coverage) yang sangat luas dalam menyebarluaskan informasi politik; yang mampu melewati batas wilayah (geografis), kelompok umur, jenis kelamin, sosial-ekonomi-status (demografi) dan perbedaan paham dan orientasi (psikografis).  Dengan begitu suatu masalah politik yang dimediasikan menjadi perhatian bersama diberbagai tempat dan kalangan.
2.      kemampuannya melipatgandakan pesan (multiflier of message) yang luar biasa.  Satu peristiwa politik bisa dilipatgandakan pemberitaanya sesuai jumlah eksemplar koran, tabloid dan majalah yang tercetak, juga bisa diulang-ulang penyiarannya sesuai kebutuhan.  Alhasil, pelipatgandaan ini menimbulkan dampak yang sangat besar di tengah khalayak.
3.      setiap media bisa mewacanakan sebuah peristiwa politik sesuai pandangannya masing-masing.  Kebijakan redaksional yang dimilikinya menentukan penampilan isi peristiwa politik yang diberitakan.  Justeru karena kemampuan inilah media banyak diincar oleh pihak-pihak yang ingin menggunakannya dan sebaliknya dijauhi oleh pihak yang tidak menyukainya.
4.      tentu saja dengan fungsi agenda setting yang dimilikinya, media memiliki kesempatan yang sangat luas (bahkan hampir tanpa batas) untuk memberitakan sebuah peristiwa politik.  Sesuai dengan kebijakannya masing-masing, setiap peristiwa politik dapat disiarkan atau tidak disiarkan.  Yang jelas, belum tentu berita politik yang menjadi agenda media merupakan agenda publik juga.
5.      pemberitaan peristiwa politik oleh suatu media lazimnya berkaitan dengan media lainnya hingga membentuk rantai informasi (media as link in other chains).  Hal ini akan menambah kekuatan tersendiri pada penyebaran informasi politik dan dampaknya terhadap publik.  Dengan adanya aspek ini, semakin kuatlah peranan media dalam membentuk opini publik (Hamad, 2004 : XV)
Di tengah peradaban yang sudah bertransformasi menjadi The Age of Media Society seperti saat ini, tak seorang pun meragukan kedigjayaan media massa.  Media massa bukan saja menjadi ikon zaman, tapi juga penanda dari setiap perikehidupan yang berlangsung dalam abad ini.  Tak sedetik pun momen terlewatkan dari media massa. Tak secelah pun informasi terabaikan.
Lebih-lebih lagi, televisi.  Di antara media massa lainnya, televisi memang primadonanya.  Televisi dianggap sebagai sarana yang relatif murah dan mudah diakses untuk mendapatkan hiburan dan informasi.  Betapa dominannya posisi televisi baik dalam ruang-ruang keluarga maupun individu. Selain itu, televisi memiliki keunggulan-keunggulan dibanding media massa lainnya, yaitu sifatnya yang bisa menampilkan sebuah peristiwa secara audia visual. Hal ini, lebih menarik  minat masyarakat untuk menggunakan televisi sebagai media informasi, pendidikan dan hiburan.
Karena sifat-sifatnya itu, media televisi saat ini menjadi rebutan para politisi. Mereka seolah berlomba untuk mendapatkan perhatian media televisi.  Karena daya jangkaunya, misalnya, para aktor politik memanfaatkan media untuk menyebarluaskan pembicaraan-pembicaraan politik mereka, dengan harapan capaian tujuan politiknya juga bisa jauh lebih besar ketimbang yang bisa diperoleh  melalui saluran  komunikasi politik lainnya (Hamad, 2004 : 10).
Sehingga, di balik kuatnya posisi tersebut, televisi—atau tepatnya, industri televisi—menghadirkan juga sederet permasalahan. Ini terutama disebabkan oleh content televisi yang acap kali mengabaikan fungsi pendidikan atau pencerdasan khalayak sebagaimana dimanatkan undang-undang. Sebagian besar produk televisi adalah program yang bertema kekerasan, pornografi, dan hal-hal yang tidak rasional dan mengandung unsur-unsur hegemoni tertentu.
Selain itu, munculnya kepemilikan televisi oleh segelintir orang atau sekolompok orang menimbulkan politisasi media televisi.  Menurut pengamatan penulis, media televisi saat ini dimiliki oleh para pengusaha yang menerjunkan diri menjadi politisi.  Sebagai politisi, tentu saja meraka memiliki tujuan-tujuan politik. Sebenarnya, tidak ada salahnya bagi seorang pengusaha/pemilik stasiun televisi terjun dalam dunia politik.  Tetapi sayangnya, saat ini muncul gejala politisiasi terhadap media televisi yang dimilikinya. Kekuasaannya sebagai pemilik stasiun televisi kerap memaksakan “syahwat” politiknya dalam siaran-siaran televisi.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam tulisan ini penulis akan menyoroti masalah politisasi media televisi tersebut. Politisasi dalam tulisan ini diartikan sebagai pemaksaan “syahwat” politik dari pemilik televisi untuk mencapai tujuan politiknya melaui siaran-siaran televisi.
            Komersialisasi merupakan suatu tindakan yang mengutamakan sisi beneficial dan eksistensi. Sedangkan maksud dari komersialiasi pada televisi yakni, bergesernya fungsi televisi sebagai media penyiaran yang edukatif dan informatif menjadi media yang mengutamakan profit/keuntungan dengan mengesampingkan kualitas siaran yang ditayangkan. Bentuk komersialisasi dari media televisi saat ini diantaranya adalah:
a.       Program yang berbasis pada rating
Keberadaan rating ini dipakai sebagai rujukan atau pedoman, bukan kualitas akan program yang ditayangkan, sehingga pihak pengelola hanya akan menilik keberadaan program berdasarkan jumlah viewers semata dan mengesampingkan nilai-nila edukatif dan informatif itu sendiri. Dengan adanya rating ini misal suatu program mendapat rating yang tinggi, maka akan memicu bagi stasiun televisi lainnya untuk membuat program serupa dengan harapan yang sama. Sementara, tidak selalu formulasi dan komposisi sebuah acara yang sama persis bisa mendapatkan angka rating yang sama persis pula. Baru setelah semuanya pasti, yakni setelah angka capaian rating didapatkan. Pemasang iklan baru akan datang. (Wirodono, 2006: 94).
b.      Maraknya Iklan sebagai profit making
Televisi dengan kapitalisme memang sulit dipisahkan, keduanya memiliki kepentingan yang nyaris tidak berbeda. Menurut Shoemaker (1991 :121), organisasi media merupakan entitas ekonomi, formal dan sosial yang menghubungkan para awak media, pemilik modal, dan pasar dengan tujuan untuk memproduksi, mendistribusi dan membuka cara konsumsisme yang ditawarkan. Sebagai capitalist venture televisi beroperasi dalam sebuah struktur industri kapitalis yang tidak selalu memfasilitasi tetapi juga mengekang. Dalam pandangan Smythe, fungsi utama media pada akhirnya menciptakan kestabilan segmen audien bagi monopoli penjualan pengiklan kapitalis (Smythe 1997).
Dengan demikian, media khususnya televisi terjerat dalam tiga situasi: pertama, tingginya investasi yang harus disiapkan dan yang mengakibatkan desakan untuk menjamin return of investment sesuai dengan rencana bisnis awal. Kedua, kecenderungan meningkatnya biaya overhead dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti suku bunga, peningkatan biaya produksi terutama peralatan, peningkatan biaya untuk pengisi acara dan biaya penyewaan fasilitas produksi seperti lighting, audio, set décor, dan post production facilities. Ketiga, desakan teknologi yang menuntut dipenuhinya teknologi baru secara terus menerus untuk memungkinkan kualitas dan kreatifitas produksi agar tetap kompetitif terhadap produk dalam maupun luar negeri. Akumulasi dari ketiga permasalahan tersebut menyebabkan kompetisi ketat yang pada gilirannya menimbulkan benturan antara idealis masyarakat dan media yang bersangkutan (Ishadi S.K, 2010: 128)
c.       Ekonomi Politik
Sesuai pendapat McQuail (2010 : 219) terdapat tiga faktor utama yang akan selalu mempengaruhi operasionalisasi penyiaran TV :
(1) Ekonomi,
(2) Teknologi ,
(3) Politik.
Faktor ekonomi dan teknologi merupakan dua faktor utama penunjang keberlangsungan hidup TV sebagai industri. Pengaruh faktor politik dapat terlihat secara eksplisit dan implisit melalui isi program tayangannya, dan semakin jelas ketika Pemilu (Prof. Sasa Djuarsa Sendjaja).
Media yang ditumpangi kekuatan penguasa tertentu ini menggunakan propaganda politik sebagai sasarannya. Lasswell (dalam Hafied Cangara, 2009) menyatakan bahwa propaganda adalah suatu kegiatan komunikasi yang erat kaitannya dengan persuasi yang membawa masyarakat dalam situsi kebingungan, ragu-ragu, dan terpaku pada sesuatu yang tampak menipu dan menjatuhkan.
Propaganda ini dilakukan dalam berbagai bentuk diantaranya yakni kampanye. McGniss dalam bukunya The Selling Of President (dalam Hafied Cangara, 2009) menyebutkan bahwa media massa utamanya televisi memiliki peran yang menentukan dalam pembentukan citra kandidat.

E.     Publik sebagai Agen Sosial dan Strukturasi Media
Menurut Giddens, manusia sebagai agen sosial memiliki keterarahan dan memiliki tujuan dalam setiap perilakunya sehari-hari. Hal ini disebut dengan monitoring refleksif dan rasionalisasi. Perilaku manusia itu merupakan proses, bukan hasil atau akibat dari motivasi awalnya yang dapat berupa dorongan tidak sadar. Atas dasar pemikiran tersebut, menurut Giddens, menjadi manusia adalah menjadi’agen’ bagi terbentuknya segala macam perbedaan, memiliki kapasitas untuk mencampuri, memengaruhi, dan membentuk seluruh peristiwa sosial yang terjadi di dunia. Disaat yang sama sebagai agen, setiap manusia memiliki apa yang disebut Giddens dengan knowledge ablity untuk melindungi seluruh otonomi tindakannya (Giddens, 1982:212).
Rezim media sebagai sebuah struktur sosial dapat terbentuk setelah melalui partisipasi publik sebagi agen atau aktor sosial. Perpekstif teori struturasi Giddens mengemukakan tiga tingkatan kesadaran agen, yaitu:
1.      Motif atau kognisi tidak sadar (unconscious motives/cognition). Motif lebih merujuk kepotensial bagi tindakan, ketimbang cara tindakan itu dilakukan oleh si agen,
2.      Kesadaran diskursif (discursive consciousness) yaitu apa yang mampu dikatakan atau diberi oleh ekspresi verbal oleh agen, tentang kondisi-kondisi sosial, khususnya tentang kondisi-kondisi dari tindakannya sendiri.
3.      Kesadaran praktis (practical consciousness), merupakan sesuatu yang diketahui (percayai) oleh publik sebagai aktor sosial tentang kondisi-kondisi sosial, khususnya kondisi-kondisi dari tindakannya sendiri. Kesadaran praktis terkait dengan stok pengetahuan yang secara implisit digunakan oleh agen dalam bertindak maupun mengartikan tindakan yang lain.
F.     Jurnalisme dan Kepentingan Publik
Jurnalisme atau jurnalistik berhubungan erat dengan kata "berita". Berita itu adalah informasi baru-baru tentang sesuafu yang telah terjadi atau tentang sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya. Maka berita itu adalah kejadian, peristiwa atau hal yang baru., YMEmemberi pengalaman baru serta menarik untuk diperhatikan, menarik untuk dirasakan, menarik untuk dilukiskan bahkan memberi kekayaan diri pribadi yang bisa menyenangkan, menguntungkat, memberi rasa bahagia, menjadikan bersedih, menjadi kecewa atau hal baru apa saja yang datang pada penglihatan, pendengaran, persaan, pikiran dan seterusnya.
Berita adalah kata pokok atau inti dari jurnalisme, dan manusia membutuhakn berita karena analisa dasar yang menjadikan manusia menyimpulkan untuk mendapat pengetahuan dan kejadian serta peristiwa-peristiwa di luar pengalaman mereka sehingga mereka merasa amarl, mereka dapat merencanakhn dan mengatur hidup mereka. Selanjutnya, dengan berita itu orang menciptakan komunitas karena menjadi saling tukar menukar informasi atau berita; berita membuat ikatan antar manusia terjalin (R.ovach. Bill & Rosenstiel, Tom, 2001).
Untuk apa berita itu disampaikan dan apa tujuan jurnalisme? Pertanyaan ini memberikan arah pikiran kita pada apa tujuan penyajian berita yang tak lain tak bukan ialah menyampaikan kebenaran sehingga orang-orang mempunyai informasi yang mereka butuhkan dan berdaulat, dan ini adalah kata-kata dari Jack Fuller, Presiden Tribune Publishing Company yang menerbitkan Chicago Tribunes. Ia adalah penulis, novelis, pengacara selain tugasnya di Tribune Publishing Company.
Dalam kode etik American Society News Paper Editor dinyatakan bahwa tujuan jurnalisme ialah untuk melayani kesejahteraan umum dengan menginformasikan berita kepada orang-orang. Berita adalah bagian dari komunikasi yang membuat kita terus memperoleh informasi tentang pengertian, peristiwa isu dan tokoh di dunia luar.
Situasi jurnalisme kontemporer di Indonesia saat ini memang cukup memprihatinkan. Kebebasan pers yang telah mendapat legitimasi yuridi melalui Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya justru bukan oleh jurnalis tetapi oleh pemilik media. Jurnalisme semakin menjauh dengan agenda publik karena kuatnya tekanan pemilik media yang memiliki target pencapaian ekonomi dan politik tertentu.
Kepentingan publik adalah hal ikhwal yang berhubungan dengan  apa yang menjadi kebutuhan publik yang utama tanpa hal mana kehidupan manusia tak lengkap atau terasa ada yang hilang. Maka, ada banyak kepentingan-kepentingan bagi kehidupan manusia. Ada kepentingan manusia yang berhubungan dengan kehidupan fisisbiologis manusia, dan bila tak ada hal itu maka manusia terancam hidupnya. Bila orang terancam tidak dapatbernafas maka hidupnya juga terancam maka timbul kepentingan untuk menjamin lingkungan kehidupan manusia terbebas dari racun, gas mematikan atau ketiadaan udara unfuk bernafas. Ada kepentingan lain yang berhubungan dengan kehidupan biologis ialah makan dan minum. Maka, orang-orang dalam kehidupannya bekerja dan berusaha untuk memperoleh minuman dan makanan agar ia tak kehausan dan kelaparan yang mengakibatkan kehidupannya terancam.
Terdapat pula kepentingan yang berkaitan dengan kepentirg* fisis-biologis di atas yaitu kepentingan untuk hidup sehat. Kesehatan adalah kepentingan yang perlu diusahakan manusia agar ia tidak menjadi sakit yang pada gilirannya dapat mendatangkan kematian. Demikian juga terdawpat kepentingan akan pergaulan sosial. Manusia t9memerlukan kebutuhan untuk pergaulan; ia perlu berhubungan atau berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya, dalam rangka itu dalam kehidupan dan pergaulannya, manusia telah lama mengenal akan adanya kelularga dimana suami bergaul dengan isterinya, dan ayah dalam keluarga bergaul dengan anak-anaknya, selanjutnya terdapat pergaulan antara anggota-anggota keluarga lainnya.



Kesimpulan
Konten pemberitaan sebuah media sangat dipengaruhi oleh ideologi yang diusung media dan pemilik media bersangkutan, amati saja, jika media tersebut berhaluan kapitalisme maka pemberitaannya pasti cenderung melakukan pembenaran terhadap agenda – agenda kapitalisme, tentu hal tersebut dikemas sangat halus, atau media yang berhaluan pada paham agama tertentu, pasti pula pemberitaannya lebih banyak melakukan klaim pembenaran terhadap paham agama tersebut, begitupun dengan ideologi yang lain.
Dalam situasi seperti ini, sebenarnya kita membutuhkan media independen yang berani keluar dari arus pemberitaan media mainstream, hal tersebut telah coba dilakukan oleh beberapa kelompok, namun sayangnya media independen juga sering terjebak pada konflik kepentingan, apakah kepentingan politik dalam sebuah Negara, atau konflik kepentingan dalam area yang sangat kecil, dalam situasi ini, independensi sering tergadai, secara sadar atau tak sadar media bersangkutan berpihak kepada salah satu kelompok kepentingan, akibatnya ia pun terklaim sebagai pembawa suara kelompok kepentingan tertentu, boleh jadi kelompok kepentingan tersebut belum tentu benar adanya, bahkan berpotensi terbukti keliru di kemudian hari, seharusnya awak media independen membatasi diri pada semua kelompok kepentingan, tidak terlalu jauh bergumul intim dengan kelompok tersebut, hal ini penting demi menjamin netralitas, sebab sekali kehilangan kepercayaan sebagai media independen maka terlalu sulit membangkitkan kembali kepercayaan itu, atau bahkan mustahil.
            Tak disangkal, kita memang mengalami lompatan sosial (social jumping) dari budaya agraris ke masyarakat informasi yang belum matang. Maksudnya, masyarakat yang masih rendah tingkat literasi medianya, langsung diterpa pola penontonan serba-wah yang meninabobokan kesadaran khalayak. Jadilah bangsa kita sebagai bangsa penonton berat (heavy viewers) yang kerap kali mudah terdominasi sekaligus tunakuasa untuk melakukan kritisisme atas beragam pengetahuan dan mungkin juga “sampah” informasi yang setiap hari dihantarkan televisi hingga ke ruang-ruang keluarga.







 REFERENSI
Bambang, Cahyono Tri, 2005, Manajemen Samber Doya Monusio, Jakarta: IPWI
Curran, James. (et.al.). Culture Society and the Media. (2005)
Dant, Tim. Critical Social Theory Culture, Society and Critique. (2004)
Harsmo, Andreas, 2010, Agoma Saya adalah Jurnalisme, Yogyakarta : Kanisius

Syahputra, Iswandi 2013, Rezim Media: Pergulatan Demokrasi, Jurnalisme, dan Infotainment dalam  Industri Televisi, Yogyakarta: Gramedia Pustaka Utama