Selasa, 31 Desember 2013

Sikuning di Gunong Ujeun


Aceh Jaya merupakan salah satu kabupaten yang terbentuk pada 22 Juli 2002, merupakah hasil pemekaran dengan Kabupaten Aceh Barat. Wilayah yang beribukotakan Calang ini memiliki kisah yang sangat miris setelah di terpa oleh musibah yang sangat besar. Dimana kabupaten yang memiliki 6 kecamatan dan 172 desa waktu itu, hampir lebih dari setengahnya menjadi amukan tsunami.

Peristiwa  dahsyat yang menerjang Bumi Rencong tepatnya  pada Minggu 26 Desember 2004 lalu ini, begitu banyak menyisakan kesedihan. Orang-orang yang  tak pernah mendengar nama Aceh sebelumnya, seolah-olah dibuat gempar dengan adanya peristiwa besar ini, sehingga kini mereka tahu. Dunia saat itu mencucurkan air matanya, karena  sekitar 19.661 manusia yang jiwanya melayang hanya dalam waktu sekejab saja. Tubuh manusia yang terbujur kaku tanpa helaan nafas berserakan bagaikan lautan jenazah. Puing-puing reruntuhan bangunan dan batangan pohon yang tumbang akibat derasnya air tsunami pun bertebaran dimana-mana.
Kini hampir satu dekade sudah kenangan miris itu berlalu, namun trauma akan hebatnya guncangan gempa dan besarnya gelombang tsunami waktu itu, masih saja menghantui korbannya. Untuk melupakan peristiwa itu rasanya membutuhkan waktu yang lama. Dahulunya kakek dan nenek kita mewariskan cerita tentang bagaimana  kejamnya para penjajah saat memerangi  rakyat Aceh, namun berbeda dengan saat kita tua nanti akan menceritakan kepada anak cucu kita tentang hebatnya peristiwa ini.
“Dibalik musibah tersimpan suatu berkah”. Kalimat tersebut sangat tepat sekaliuntuk dijadikan  semboyan bagi kabupaten jajahan tsunami ini. Penggalan kata Jaya yang terdapat pada nama kabupaten ini, kini bukan hanya sekedar formalitas saja. Setelah delapan tahun tsunami,  kata jaya tersebut benar-benar sesuai dengan artinya yaitu kemasyhuran. Aceh Jaya menjadi masyhur kembali setelah ditemukan tambang yang mengandung logam mulia atau emas
Gunong Ujeun adalah sebuah gunung emas yang membawa berkah bagi masyarakat Kabupaten Aceh Jaya, khususnya masyarakat di sekitar Kecamatan Krueng Sabee. Nama Gunong Ujeun di berikan karena di gunung tersebut selalu diguyur hujan. Gunung ini terletak sekitar 28 km dari pusat kota Calang tepatnya di Kecamatan Krueng Sabee. Gunung ini mulai di kenal sejak para penambang emas mulai menggali emas pada tahun 2008 lalu. .” Gunung itu sebenarnya memang sudah ada waktu zaman dulu, namun keberadaan emas yang tersimpan pada gunung itu baru diketahui sesudah tsunami,tepatnya pada tahun 2008 lalu”. Kata Mustafa (53), salah seorang warga Kecamatan Teunom yang menuai kesuksesan dari tambang emas itu.
Gunong Ujeun telah meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar. Bahkan dari hasil penggalian tersebut, penambang menjadi kaya mendadak. Kandungan emas berdasarkan analisa yang dilakukan asosiasi pedagang emas Aceh dan Dinas Pertambangan dan Energi menyimpulkan kandungan emas yang dimiliki gunnug ini sekitar 80 persen. Makanya, harga jual emas dari hasil tambangan dari Gunong Ujeun dihargai sekitar Rp. 200.000.- per gramnya.
Di Gunong Ujeuen, saat ini ada empat titik penambangan rakyat dengan jarak antara 500 meter hingga 1 kilometer dari satu titik ke titik lainnya. Jika melihat dari atas, kawasan pegunungan itu bagaikan dikerumuni jutaan semut. Seribuan manusia, mulai anak-anak hingga orangtua, setiap hari menggali tanah mencari bebatuan emas. Bahkan, masyarakat dari luar Aceh Jaya, juga tidak mau ketinggalan merambah ke kawasan itu. Masyarakat setempat sangat terbuka, asal bisa menyesuaikan dengan ‘aturan’ yang mereka buat.
Masyarakat luar daerah yang ikut menyerbu ke Gunong Ujeuen, di antaranya dari Aceh Barat Daya (Abdya), Aceh Selatan, Aceh Barat, Singkil, dan Pidie. Masyarakat pendatang tinggal di rumah sanak famili atau kerabat dekat di Kota Calang atau Krueng Sabee. Untuk masuk ke kawasan Desa Panggong atau lokasi penambangan tidak mudah karena harus melewati pos penjagaan oleh warga setempat. Penambang yang ingin memasuki lokasi harus meninggalkan indentitas diri, seperti KTP. Warga daerah setempat juga membuat peraturan kepada semua penambang untuk tidak bermalam di tempat tersebut, karena mengingat disana banyak binatang buas seperti harimau juga gajah dan juga ditakuti terjadinya longsor. Sempat terjadi permasalahan juga antara penambang yang nakal terhadap peraturan dengan warga setempat beberapa waktu lalu, dikarenakan mereka bermalam disana yang alasannya jarak yang ditempuh lumanyan jauh untuk melakukan pulang pergi, ditambah bukitnya yg terjal dan juga licin apabila hujan mengguyur daerah tersebut. Warga yang mengetahui mereka yang tidak patuh terhadap peraturan tersebut, langsung bereaksi dan  membakar jamboe ( gubuk kecil) penginapan milik mereka.
Ironinya selain membawa berkah bagi masyarakatnya, gunung tersebut juga meminta korban. Sampai hari ini telah tercatat 3 orang penggali emas meninggal dunia akibat longsor dan tertimbun di dalam lobang galian yang di buat oleh penambang. Walaupun gunung tersebut telah meminta korban tidak membuat masyarakat yang ingin mendapatkan emas mundur. Berbagai doa dan ritual keagamaan dilakukan disini sebagai upaya meminta perlindungan dan rasa syukur terhadap berkah yang diberikan melalui gunung tersebut. Beberapa kali tempat ini telah ditutup sementara oleh pemerintah setempat karena telah memakan korban namun tempat tambang rakyat ini telah dibuka kembali mengingat besarnya antusias rakyat untuk melakukan penambangan.
Ritme kehidupan benar-benar telah berubah di sebuah kawasan pedalaman Aceh Jaya bernama Gunong Ujeuen. Jika dulu warga setempat menggantungkan hidup dari hasil hutan terutama kayu, kini harapan untuk berubah mulai memancar dari bongkah-bongkah batu.